Aksi memukau dari Sendra Tari "Satampang Baniah" pada penutupan Festival Siti Nurbaya 2016 di Tugu Perdamaian (dokumen pribadi) |
"Siti Nurbaya, hikayat cinta yang melegenda. Kini kembali hidup di tengah modernitas dalam pentas Festival Siti Nurbaya sebagai "Alek Nagari" ranah Minangkabau kota Padang tercinta, yang kujaga dan kubela."
PADANG- Pemerintah Kota Padang semakin ulet dalam melakukan pembaharuan dari berbagai aspek, bukan hanya tata kelola kota, tempat wisata, namun juga mengenai adat dan budaya Minangkabau bagi generasi muda. Gebrakan adat dan budaya Minangkabau ini perlu diedukasikan bagi generasi muda, agar tidak lengah, lupa, dan meninggalkan identitas keminangannya.
Semakin terbukti,
sejak saya bermukim dan menimba ilmu di kota Padang sejak 2007 yang lalu, dari
tahun ke tahun wajah kota Padang semakin berubah menjadi indah dan asri,
terutama tempat wisata kawasan Pantai Padang. Hal ini membuktikan keseriusan Pemerintah Kota (Pemko) Padang beserta jajarannya membenahi kota Padang ke arah yang
lebih baik.
Terkait
dengan adat dan budaya, pemerintah kota Padang berperan aktif dalam menjaga
marwah adat dan budaya Minangkabau. Salah satu pengenalan adat, seni, dan
budaya Minangkabau telah terkonsep dalam acara Festival Siti Nurbaya (FSN) 2016
yang berhasil dilaksanakan tanggal 7 hingga 10 September 2016 yang lalu. FSN
2016 dinilai sukses dilaksanakan oleh Pemko Padang dengan berbagai
kegiatan semarak “alek nagari” masyarakat kota Padang Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Jika
dilihat dari pelaksanaan FSN sejak tahun 2011 lalu, FSN 2016 sebagai kegiatan
FSN yang keenam ini terlihat sedikit berbeda, meskipun memiliki kemiripan tema.
Konsep yang diusung oleh Pemko Padang pada FSN 2016 ini lebih menitikberatkan serta lebih spesifiknya untuk kaum kaula muda. Terlibatnya anak muda
dalam FSN 2016 ini memberi warna baru yang sangat berarti bagi masyarakat kota
Padang.
Para ibu-ibu, bundo kanduang kota Padang menjunjung "carano" pada Festival Siti Nurbaya (10/9). (dokumen pribadi) |
Pasalnya,
pada tahun sebelumnya FSN terasa kurang dalam melibatkan anak muda, dan tidak
begitu dinikmati oleh seluruh masyarakat Minangkabau, khususnya masyarakat kota
Padang. Hal ini penyebabnya bisa jadi karena kurangnya komunikasi,
sosialisasi, serta kolaborasi antara pemerintah kota Padang dengan masyarakat, terutama
anak muda. Padahal, anak muda sangatlah berpengaruh besar dalam kesuksesan
helatan FSN tersebut.
Pada FSN
2016 ini, ternyata pemerintah kota Padang mampu mengadakan acara yang super
megah, dengan menghadirkan berbagai komunitas “anak nagari” di kota Padang.
Tercatat sebanyak 32 komunitas dengan berbagai latar belakang ikut berpartisipasi
aktif menggemakan FSN 2016. Semarak FSN pun kian terasa oleh masyarakat kota
Padang, bahkan masyarakat di luar Sumbar.
Festival Siti Nurbaya 2016 melibatkan anak-anak dalam rangka edukasi dan
pelestarian budaya Minangkabau, Rabu (7/9). - (dokumen pribadi) |
FSN 2016
ini, selain sebagai proses mempertahankan adat dan budaya Minangkabau, lebih
tepatnya FSN ini adalah sebagai ajang pembelajaran seni, adat, dan budaya yang
dimiliki kota Padang ke generasi muda. Sebab timbul kekhawatiran lengah dan
tidak pedulinya generasi saat ini dengan budaya minangnya. Selain itu, FSN 2016
ini juga sebagai wadah pengenalan wisata halal di Sumbar, yang sedang hangat
diperbincangkan baru-baru ini.
Kolaborasi
dengan Berbagai Komunitas Anak Muda
Mayoritas masyarakat yang berdomisili di Minangkabau,
khususnya kota Padang ataupun masyarakat Sumbar mungkin sudah kenal dan lebih
akrab dengan Festival Siti Nurbaya (FSN). Pasalnya FSN ini sudah
diselenggarakan yang keenam kalinya sejak 2011 lalu diadakan Pemko Padang.
Sebanyak 32 komunitas anak muda di kota Padang foto bersama dengan Disbudpar, Medi Iswandi usai penutupan acara, Sabtu malam (10/9). (dokumen pribadi) |
Namun hal yang berbeda pada helatan FSN 2016 ini, Pemko
Padang banyak melibatkan kaula muda untuk berpartisipasi menyemarakkan
perhelatan ini. Berbagai komunitas anak muda pun berbondong-bondong dan
antusias berpartisipasi dalam FSN 2016 tersebut. Tidak tanggung-tanggung, puluhan komunitas ikut
menggemakan festival adat dan budaya sebagai “alek nagari” di kota Padang ini.
Pernyataan itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
(Disbudpar) Kota
Padang, Medi Iswandi bahwa FSN 2016 yang dilaksanakan mulai 7 hingga 10
September ini mungkin tidak jauh berbeda dengan tahun lalu, namun
FSN 2016 ini lebih menitikberatkan untuk anak muda. Ia pun
menyebutkan FSN 2016 ini diikuti komunitas anak muda Kota
Padang sebanyak 32 komunitas.
Kolaborasi antara Pemko Padang dan puluhan komunitas anak
muda kota Padang ini membuat suasana FSN 2016 riuh, tumpah ruah, dan
terlihat sukses. Adapun puluhan komunitas itu seperti Bloger Palanta, Padang
Cat Lovers, Harley Davidson, KNPI kota Padang, Rumah Ada Seni, Kelas Inspirasi
Padang, MTMA Padang, Pendaki Gunung Kota Padang, Anak-anak Minang, AISEC
Padang, United Indonesia Chapter Padang, ICI Padang, Asosiasi Fans Sepak Bola
Eropa Kota Padang, Android Minang, Earth Hour
Padang, Onthel Pustaka, Pulang Kampuang, NAFC Padang, J-Rockstar Club
Padang, Reptil Farm Padang, serta beberapa komunitas lainnya.
Pernyataan yang sama juga diungkapkan Wakil Walikota
(Wawako) Padang, Emzalmi ketika ditemui disela-sela lomba karnaval usai
pembukaan FSN 2016 secara resmi, Rabu (7/9) sore. Kemudian ia menyebutkan bahwa
kegiatan ini tidak saja melibatkan kelurahan dan kecamatan se kota Padang,
namun juga melibatkan generasi muda dengan puluhan komunitas se kota Padang.
"Gadih Manih" kota Padang pun ikut melsetraikan budaya Minangkabau pada lomba Karnaval di Festival Siti Nurbaya, Rabu (7/9). (dokumen pribadi) |
Wawako Padang dan Dispudpar kota Padang berharap FSN bisa
menjadi identitas sekaligus ikon kota Padang. Mereka pun merencanakan FSN tetap
diselenggarakan setiap tahunnya. Maka dengan adanya FSN mampu mengundang
pengunjung dan wisatawan ke kota Padang, baik dari Sumbar, luar Sumbar, maupun
mancanegara. Sebab mereka berpendapat, bahwa adanya FSN ini berarti
mengingatkan tentang Siti Nurbaya, ingat Siti Nurbaya berarti juga ingat
tentang kota Padang yang alamnya ramah dan kaya tentang adat serta budayanya.
Selain itu, komunitas yang terlibat dalam FSN 2016 ini
juga ikut berpartisipasi dalam berbagai lomba yang diadakan oleh panitia FSN.
Kemudian berbagai stand komunitas pun
berdiri rapi menyemarakkan FSN 2016, dengan memperlihatkan keunggulan yang
dimiliki oleh komunitas masing-masing.
Candra, salah satu anggota Komunitas Reptil kota Padang
(Reptil Farm), sangat senang bisa ikut berpartisipasi dalam acara FSN 2016.
Menurut salah seorang anggota Reptil Farm yang beranggota 32 orang ini, FSN
2016 merupakan salah satu “adat nagari” yang sangat bagus sebagai wadah
pengenalan komunitas sekaligus ajang silaturahim dengan komunitas lainnya.
Anggota komunitas Reptil Farm yang sudah memiliki 100
ekor reptil ini mengakui bahwa ini pertamakalinya berpartisipasi dalam FSN. Ia
berpendapat bahwa FSN 2016 lebih semarak dibandingkan dengan FSN tahun
sebelumnya. Ia pun berharap agar FSN 2017 lebih semarak dan melibatkan lebih
banyak komunitas anak muda, dan mahasiswa di kampus se-kota Padang bahkan
se-Sumbar.
Pada FSN 2016 ini bukan hanya melibatkan komunitas saja, tapi juga merangkul anak-anak yang berkebutuhan khusus. Luar biasanya lagi, anak-anak yang berkebutuhan khusus tersebut melakukan pertunjukkan dan berbagai kreativitas, baik dari menyanyi, menari, bahkan mampu memainkan alat musik dengan baik. Artinya, dalam helatan FSN 2016 mampu menautkan hati masyarakat kota Padang, tanpa melihat latar belakang. Maka dengan adanya FSN 2016 ini terjalin kebersamaan yang erat antar masyarakat kota Padang.
Anak berkebutuhan khusus di kota Padang ikut eksis dalam lomba Karnaval pada Festival Siti Nurbaya 2016, Rabu (7/9). (dokumen pribadi) |
Pada FSN 2016 ini bukan hanya melibatkan komunitas saja, tapi juga merangkul anak-anak yang berkebutuhan khusus. Luar biasanya lagi, anak-anak yang berkebutuhan khusus tersebut melakukan pertunjukkan dan berbagai kreativitas, baik dari menyanyi, menari, bahkan mampu memainkan alat musik dengan baik. Artinya, dalam helatan FSN 2016 mampu menautkan hati masyarakat kota Padang, tanpa melihat latar belakang. Maka dengan adanya FSN 2016 ini terjalin kebersamaan yang erat antar masyarakat kota Padang.
Konsep Lomba Kekinian
Selain melibatkan puluhan komunitas, FSN 2016
juga mengadakan berbagai lomba yang juga banyak melibatkan anak muda dengan
konsep kekinian, seperti lomba di media sosial (lomba instagram (foto dan video), lomba blog, lomba facebook,
lomba twitter, lomba email kuesioner, lomba campaign bbm, lomba campaign whatsapp), dan lomba fotografi yang bisa
diikuti oleh siapapun, bahkan orang dari luar kota Padang.
Kemudian, agar tidak menghilangkan marwahnya
sebagai “alek anagari” selain konsep kekinian FSN 2016 juga menantang peserta
dengan berbagai lomba-lomba permainan “anak nagari” yang lebih tradisional.
Adapun macam-macam lomba itu seperti lomba Karnaval dan Perahu Hias Festival Siti Nurbaya, Salaju Sampan, Maelo Pukek, Panjek Pinang, Permainan Anak Nagari (Enggrang, Sepak
Rago, Tarompah Tampuruang),
Manggiliang Lado, Mangukua Karambia, Malamang antar SMA, Teh Talua, dan Vokal Grup Lagu Minang
Tingkat SMP).
Menurut Kepala Bidang Seni dan Budaya, di Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, Rusdaly Damsir, SE.MM, yang akrab
dipanggil Lylid ini sangat mengapresiasi konsep yang ditawarkan oleh panitia.
Ia menyebutkan konsep “kekinian” sangat perlu diadakan untuk menarik minat dan
antusiasme peserta, sekaligus menyerukan budaya ke wisatawan lokal maupun
asing.
Ia menyatakan bahwa di zaman digital, gadget,
teknologi dan informasi seperti saat ini sangat bermanfaat sebagai wadah
promosi, sekaligus untuk ajang pengenalan adat dan budaya secara lebih luas ke
masyarakat. Menurutnya, dengan adanya teknologi dan informasi semua kalangan
bisa ikut berpartisipasi, bukan hanya kalangan tua dan muda, tapi juga
mendekatkan bagi orang di luar kota Padang, termasuk luar Sumbar.
Permainan "Anak Nagari" bernama "Sipak Rago", foto ini terpilih sebagai juara III lomba fotografi. (dokumen pribadi) |
Ia menjelaskan bahwa agar generasi muda mau
terlibat dan ikut melestarikan budaya, pemerintah harus memiliki konsep yang
sesuai dengan kemauan anak muda, salah satunnya yang berbau kekinian. Ia
menyebutkan konsep kekinian yang diusung panitia, akan membawa dampak positif
untuk menjaring anak muda. Hal ini dilakukan agar generasi muda tidak terlena
denga kecanggihan teknologi informasi saja.
Di samping meningkatkan kreativitas, generasi
muda harus mampu menyelipkan budaya Minangkabau dalam kecanggihan era digital,
sebagai ajang menyebarluaskan virus budaya Minangkan ke seluruh pelosok
nusantara. Oleh sebab itu, menurutnya karena FSN 2016 ini banyak melibatkan
anak muda. Selain sebagai ajang promosi secara cepat, sekaligus konsep ini juga
bisa melibatkan berbagai kalangan, tanpa harus menghilangkan keminangannya. Adapun
media sosial yang bisa menyebarluaskan virus adat dan budaya daerah Minangkabau
itu bisa melalui Instagram, Facebook,
Twitter, blog, atau website.
Mampu Menarik
Perhatian Wisatawan
Festival Siti Nurbaya (FSN) 2016 benar-benar membawa peserta
dan pengunjung untuk merasakan budaya tradisional daerah kota Padang Sumatera
Barat (Sumbar). Berbagai perlombaan tradisional disiapkan oleh pihak panitia
untuk menyemarakkan perhelatan FSN 2016 ini, salah satunya manggiliang lado dan mamangua
karambia.
Jennifer, turis dari Amerika Serikat ikut berpartisipasi dalam lomba "mamanguah karambia", Kamis (8/9). (dokumen prbadi) |
Lomba manggiliang lado
(menggiling cabai) dan mamangua
karambie (memarut kelapa) ini diikuti oleh beberapa kelompok dari berbagai
kalangan, mulai dari kategori tingkat remaja (siswa SMA sederajat), hingga kategori
emak-emak (ibu-ibu). Adapun cabai
yang digiling harus benar-benar halus, karena diperuntukkan memasak gulai,
bukan untuk sambal.
Namun uniknya dalam perlombaan manggiliang lado dan mamangua
karambia ini mengundang minat wisatawan asing. Salah seorang wisatawan itu
bernama Jenifer, yang berasal dari negara Amerika Serikat. Meskipun merasa kaku
dan belum terbiasa manggiliang lado dan
mengukua karambia dengan alat
tradisional, tapi Jenifer mengaku sangat menikmati dan senang mengikuti lomba.
Jenifer yang merasa asing dengan alat penggilingan cabai
tradisional khas Minangkabau ini mencoba dengan semangat dalam lomba Manggiliang Lado. Sambil tersenyum dan
tanpa malu-malu menggunakan bahasa Indonesia yang terbata-bata dihadapan puluhan
pasang mata. Ia semangat manggiliang lado
sambil mengenakan tengkuluak khas
Minangkabau.
Pada perlombaan manggiliang
lado Jenifer bersama timnya mampu menyelesaikan lomba dengan urutan pertama
dalam kategori ibu-ibu (dewasa). Ia
menyatakan dirinya ikut lomba karena diajak oleh komunitas “Padang Cat Lovers”,
salah satu komunitas pencinta kucing di kota Padang, karena penasaran akhirnya
ia pun memutuskan untuk mengikuti lomba tersebut.
Terkait penilaian, Rizal selaku tim juri perlombaan dari
rumah makan ternama di kota Padang mengatakan bahwa yang dinilai dalam lomba manggiliang lado tersebut yaitu
kekompakan peserta, teknik menggiling cabai, tekstur cabai, rasa cabai, serta
kostum dan penampilan peserta. Lomba manggiliang
lado ini diadakan untuk melestarikan budaya daerah Minangkabau untuk
menghasilkan masakan yang maknyus. Hal
ini karena Minangkabau sangat terkenal dengan kulinernya yang super lezat se-Nusantara, bahkan rendang menjadi salah
satu masakan terlezat di dunia.
Ia pun menjelaskan Manggilaing
lado merupakan salah satu budaya Minangkabau, yang harus dilestarikan, dan
kita ajarkan kita generasi muda. karena sangat berbeda rasa lado yang digiling dengan tangan dan lado dengan olahan mesin. Padahal
Minangkabau sangat terkenal dengan masakannya yang lezat, dan serba pedas.
Hana, remaja turis asing dari Jerman ikut dalam "Manggilaing Lado" Jumat (9/9) (dokumen pribadi) |
Kemudian, selain Jenifer dari Amerika Serikat, FSN 2016 juga
dikunjungi oleh sekitar 30 orang wisatawan dari negara Jerman. Beberapa orang
dari Jerman pun ikut mencoba sensasi Manggiliang
Lado dan Mamanguah Karambia. Salah
satunya, Hana, remaja berambut pirang ini sangat senang bisa mencoba budaya
tradisional Minangkabau tersebut. Begitu pula dengan Timo, sangat antusias,
semangat, dan tanpa malu-malu mencoba Manggiliang
Lado dan Mamanguah Karambia tersebut.
Mereka sempat mengakui kuliner khas Minangkabau sangat enak, hanya saja kota
Padang “very hot” ucap mereka.
Sementara Nana, salah seorang juri dari panitia mengatakan
bahwa penilaian lomba mangukua karambia ini
dilihat dari kekompakkan, teknik memarut, tekstur dan kehalusan sari kelapa
yang dihasilkan, serta hasil parutan di tempurung atau batok kelapa. Hal ini
karena menurut alumni sastra Universitas Andalas (Unand) ini, santan yang
dihasilkan sesuai dengan teknik mangukua-nya.
Ia pun memaparkan bahwa zaman sekarang banyak generai muda
yang tidak pandai memarut kelapa, kadang asal-asalan saja, kadang karena malas
beli santan di luar. Padahal dari teknik memarut itu terlihat kemurnian santan
yang dihasilkan. Santannya lebih banyak, masakan pun jadi enak. Ia sangat
mengharapkan agar budaya manggiling lado dan
mamanggua karambia tidak hilang
begitu saja dalam diri generasi muda, anak ranah Minangkabau.
Turis asing dari Jerman foto bersama usai melakukan aksi "Menggiliang Lado", Jumat (9/9). (dokumen pribadi) |
Ia pun menyebutkan, bahwa Sumbar merupakan salah satu
provinsi yang menyajikan berbagai keunikan budaya, yang tidak ditemukan pada daerah
lainnya. Jurnalis yang bekerja di salah satu stasiun radio kota Palembang ini pun
mengatakan bahwa selain alamnya yang indah, masyarakatnya yang ramah, beragam
budaya mampu memanjakan para pengunjung atau wisatawan.*
___________________________________________
# Tulisan ini untuk lomba blog Festival Siti Nurbaya
___________________________________________
# Tulisan ini untuk lomba blog Festival Siti Nurbaya
0 Comments
Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !