Seorang
anak bernama Guntur termasuk peserta babak final. Guntur memperlihatkan mobilnya
yang begitu tidak istimewa. Sebuah mobil yang sangat jauh berbeda dengan mobil
peserta lainnya. Nampak betul bahwa diantara peserta, mobil Gunturlah yang
terlihat tidak sempurna. Sungguh sebuah mobil yang tidak menarik di mata semua
orang.
Semua
penonton merasa ragu melihat penampilan mobilnya, karena mobilnya hanya terbuat
dari kayu seadanya. Hanya ada pintu, sebuah lampu, dan Bendera Merah Putih yang
kecil di atasnya. Benar-benar tidak sebanding dengan mobil peserta lainnya,
yang megah, mewah, dan berhiaskan warna yang menarik. Namun Guntur bangga
karena mobil itu buatan tangannya sendiri. Maklumlah, Guntur hanya memiliki
Ibu, sedangkan Ayahnya sudah meninggal setahun yang lalu.
Di
lokasi, nampaknya penonton mulai tidak sabar melihat apa yang bakal terjadi. Menantikan
perlombaan yang sangat seru. Suasana terlihat sedikit tegang, harap-harap cemas
dengan mobil jagoannya masing-masing. Sebagian ada yang mengibarkan bendera
jagoannya masing-masing, ada juga bersorak-sorak dengan yel-yel, nyanyian, dan
memamerkan nama-nama jagoannya.
Peserta
nampaknya sudah mulai ancang-ancang mengambil posisi masing-masing. Mereka
sudah siap mendorong mobil balapannya sekuat mungkin, agar mobilnya bisa melaju
jauh dengan cepat. Semua berharap bisa menjadi peserta yang terbaik, meraih
kemenangan. Mereka tahu betul, bahwa lawan-lawan mereka sangat tangguh dan
tidak bisa diremehkan.
Pada
waktu yang telah ditentukan, empat peserta babak final itu sudah di garis Stars,
siap-siap mendengar aba-apa dari panitia. Sebelum aba-aba mulai dibunyikan,
tiba-tiba Guntur meminta waktu sebentar kepada panitia. Guntur terlihat
komat-kamit, sedangkan kedua tangannya mengatup. Nampaknya Guntur sedang
berdoa, matanya terpejam. Setelah satu menit kemudian, kedua tangannya
diusapkan pada wajahnya.
“Ya,
sekarang aku telah siap,” katanya dengan tegap.
Mendengar
kata siap dari Guntur, panitia mulai memberi aba-aba bahwa lomba akan dimulai. Seraya
mengibarkan bendera dan tiupan kuat dari peluit di mulutnya. Semua peserta berusaha
keras mendorong mobilnya sekuat mungkin. Seakan-akan semua tenaga mereka hari
itu dikeluarkan. Semua peserta ingin jadi pemenang.
“Ayo-ayo...,
cepat....” teriak penonton memberi semangat pada jagoannya.
Semua
bersorak-sorai. Suasana semakin riuh, keadaan berubah menjadi sangat ramai. Semua
penonton memberi semangat agar jagoannya menjadi pemenang.
“Ayo...,
kalahkan dia, cepat-cepat, kau harus jadi pemenang,”sorak mereka yang berada di
sudut kanan kencangnya.
“Kamu
pasti bisa, kalahkan mereka, ayo semangat...,” balas mereka yang di sudut kiri.
Semua
penonton nampaknya tidak mau kalah, jagoan mereka harus jadi pemenang. Mereka
tidak henti-hentinya memberi semangat, teriakan menjadi-jadi sambil mengibarkan
bendera. Gendang ditabuhkan, terompet pun dibunyikan, semuanya sebagai tanda
kemeriahan acara hari itu. Semakin dekat peserta di garis finis, suara teriakan
semakin kencang.
“Ayo
cepat, sedikit lagi,” seru mereka dengan penuh semangat.
Semua
tercengang, hening, kaku, semuanya merasa cemas. Sungguh detik-detik yang menegangkan.
Kemudian ketegangan itu disambut dengan tepuk tangan dan sorak gembira dari
penonton.
Akhirnya,
Guntur menjadi pemenang. Ada juga yang tidak percaya hal itu bisa terjadi, Guntur
sendiri pun tidak percaya dia akan menjadi pemenang, tetapi itulah
kenyataannya. Si pemilik mobil jeleklah yang menjadi Sang Juara pada hari itu. Semuanya
merasa gembira, begitu juga dengan Guntur, dia tidak henti-hentinya mengucapkan
rasa syukur.
“Terima
kasih Tuhanku, Engkaulah yang menentukan segalanya,” ucapnya sambil mengusap
kedua tangan pada wajahnya.
Ketika
penyerahan Piala akan dilakukan, Guntur dipersilahkan naik ke atas pentas. Ketua
Panitia menghampiri anak yang bernama Guntur tersebut sambil bertanya.
“Hai
jagoan, tadi sebelum lomba dimulai, kamu pasti berdoa agar kamu bisa menang
ya?” kata Ketua Panitia tersebut sambil tersenyum.
“Tdak
Pak. Rasanya tidak adil jika meminta kepada Tuhan untuk menolong saya
mengalahkan orang lain. Tadi saya hanya memohon kepada Tuhan, apabila saya
kalah nanti saya tidak menangis.” Jawabnya dengan mata berbinar-binar.
Semua
penonton terdiam mendengarnya, terharu dan terkagum-kagum. Akhirnya Ketua
Panitia menyerahkan Piala, mengalungkan medali, serta memberi sejumlah uang
tunai kepada Guntur. Guntur menerimanya dengan senang hati, bersalaman dan
mengucapkan terima kasih kepada Ketua Panitia, serta kepada penonton yang telah
mendukungnya. Guntur meminta waktu kepada Ketua Panitia untuk menyampaikan
sesuatu melalui micropon.
“Tidak
banyak yang saya sampaikan. Semua hadiah ini akan kupersembahkan untuk Ibuku
yang tercinta. Terima kasih do’anya Ibu, terima kasih penonton semuanya.” Guntur
mengakhiri ucapannya dan melambaikan tangan.
Semua
penonton bersorak dan bertepuk tangan. Ada yang memeluk Guntur, ada juga yang
hanya bersalaman mengucapkan kata selamat. Guntur benar-benar menjadi Sang
Juara waktu itu, dia mendapat banyak pujian, tetapi dia selalu bersikap rendah
hati. Di sela-sela suasana gembira itu, Ketua Panitia juga berpesan kepada
Guntur agar bisa mempertahankan prestasinya.
“Sampai
di sini dulu acara kita, semoga acara tahun depan lebih meriah lagi. Saya harap
tahun depan pesertanya lebih banyak. Jangan takut untuk mencoba sesuatu yang
tidak pernah kita lakukan untuk jadi pemenang. Harus berani mencoba dan
berjuang, contohlah seperti usaha yang dilakukan Guntur tadi, ” jelas Ketua
Panitia.
Banyak
pesan yang disampaikan oleh Ketua Panitia waktu itu, bahwa kita sebagai manusia
tidak boleh berpikiran lemah, dan cengeng dalam menjalani hidup ini. Semua
manusia mempunyai kekuatan tersendiri, meskipun banyak rintangan. Rintangan
itu, kadang-kadang sering dijadikan Tuhan untuk menguji hamba-Nya yang shaleh.
Penonton
akhirnya semakin paham nasehat-nasehat itu. Semuanya bersorak dengan gembira. Dan
akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Guntur pun menyerahkan semua hadiahnya
kepada Ibunya.
“Terima
kasih do’anya Ibu, aku sayang Ibu,” ucapnya sambil mencium kedua tangan Ibunya.
Ibunya tersenyum gembira sambil mengusap kepala Guntur dengan penuh kasih
sayang.
Karya: Wahyu Saputra
Cerita Anak ini pernah
dimuat di Media Harian Singgalang, 14 April 2013
0 Comments
Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !