Asal Kampungku

    Setiap masyarakat tradisional mempunyai sejarah asal-usulnya, termasuk desa Sungai Lintang Kecamatan Limo, Koto Kabupaten Muko-muko Propinsi Bengkulu. Pertengahan abad ke-16, anak kemenakan Simangun Dirajo merantau ke arah Selatan dari kerajaan kecil Indrapura  Pesisir Selatan (Pessel) dengan maksud mencari lahan pemukiman baru. Perjalanan keluarga Simangun Dirajo berhenti di tanah Muko-muko (dahulu wilayah kerajaan Indrapura), dari Muko-muko mereka bergerak ke arah Timur sehingga menemukan dataran rendah dengan tanah yang subur di tepian Sungai kecil (sekarang Sungai Rengas), bermuara di Sungai Selagan dan berakhir ke muara sungai di laut Muko-muko. Di tepian sungai ini mereka menetap dan bercocok tanam. Kesuburan tanah ini mengundang bertambahnya pendatang baru dari keluarga Sang Patih (Perdana Menteri) dari Gresik. Keluarga mulai besar dari Indrapura dan keluarga Chaniago dari Mukomuko dan Lunang. Pemukiman baru ini diberi nama oleh mereka dengan Siling (Babi). Nama ini sesuai dengan keadaan wilayah yang penuh dengan Babi hutan yang ganas.
    Setelah beberapa puluh tahun menetap di dusun Siling, pada awal abad ke-17 seluruh warga dusun Siling pindah 5 km ke arah Barat Daya. Perpindahan ini disebabkan oleh kondisi wilayah yang aman dari Babi. Sehingga hutan pun mulai dibuka untuk tempat pemukiman yang baru. Nama daerah tersebut adalah Tanjung, di desa Tanjung ini terbentuklah kata peraturan negeri seperti halnya Minangkabau, yaitu ada dua peraturan kekuasaan dalam datu negeri yaitu adat dan syarak (agama islam), sebagai eksekutif kepala adat membawahi 4 kepala suku waktu itu. Di daerah ini pun tidak berlangsung lama karena tanah disekitar daerah Tanjung tidak cukup subur untuk mereka bercocok tanam.
    Sekitar abad ke 18, Muko-muko waktu itu dikuasai oleh Inggris, wilayah daerah Tanjung pun diwajibkan membayar pajak dari hasil bumi mereka. Saat itulah seluruh warga daerah Tanjung pindah ke 3 km bagian utara. Pembangunan rumah, sekitar tempat baru inilah mereka namakan daerah Sungai Lintang, karena daerah ini di lintasi oleh Sungai kecil yang bernama Sungai Lintang. Desa ini dihuni oleh 150 jiwa dengan 5 garis keturunan ibu. Sedikit pendatang baru dalam desa pondok tengah juga terletak di tepi Sungai Rengas dan menjadi pusat perguruan Silat di wilayah Limo Koto (dulu desa bagian barat dan selatan Kabupaten  Muko-muko). Lama-kelamaan desa ini berkembang pesat dengan tata masyarakat seperti Minangkabau. Pada zaman orde baru (ORBA), desa Sungai Lintang resmi menjadi Desa Sungai Lintang dan berpindah Provinsi dari Provinsi Sumatera Barat ke Provinsi Bengkulu. Waktu  itu desa Sungai Lintang berkecamatan Lubuk Pinang. Lama-kelamaan sejalan beriringnya waktu  daerah atau desa Sungai Lintang telah  didiami dengan penduduk kurang lebih 1500 jiwa, yang terdiri dari orang Melayu, Jawa, Sunda, Minangkabau Sumatera Barat, dan lain-lain. Sehingga telah terjadinya pemekaran Desa dan Kecamatan. Sekarang desa tersebut telah dibagi dua yang desa Sungai Lintang dan Sungai Rengas. Dahulunya kedua desa tersebut berkecamatan Lubuk Pinang sekarang dimekarkan menjadi Kecamatan V Koto. Serta dalam masing-masing desa dipimpin oleh kepala desa, kepala adat, Kadhli (pemimpin agama), serta kepala kaum. Namun kedua desa ini bisa diktakan desa serumpun, dua desa tanpa batas karena menyatu. Bahkan diwaktu mengadakan acara besar atau adat tertentu , kedua desa ini bersatu dalam satu atap melaksanakannya.
Pada umumnya masyarakat di kedua desa tersebut berpenghasilan dari kebun Karet dan Sawit. Sekarang daerah sana sudah jarang masyarakat menanam padi, karena semakin hari penduduk di daerah Sungai Lintang semakin maju meningkat perekonomiannya. Bahkan sekarang sangat jarang sekali bangunan lama, karena diganti rumah permanen. Tetapi semenjak pasca Gempa yang  sering menguncang daerah Muko-muko, kini bangunannya sudah banyak yang berubah. Walaupun seperti itu desa serumpun ini selalu optimis agar bisa lebih maju meningkatkan pembangunan, ekonomi, sumber daya manusianya.

                                                                                                           Sungai Rengas, 2010

0 Comments