Identitas Bangsa Terasa Dianaktirikan

Bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas bangsa Indonesia sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Namun pada zaman globalisasi saat ini identitas bangsa tersebut mulai terasa surut dan mulai kurang mendapat perhatian, bagaikan dianaktirikan oleh orang Indonesia sendiri dengan bahasa lain. Lihat serta dengarkanlah, apabila seseorang atau peserta didik salah menggunakan Bahasa Inggris atau Bahasa Asing lainnya, semua orang cepat tanggap membetulkannya, dan apabila seseorang salah menghitung atau menggunakan sesuatu semua orang berteriak memberi solusi. Tetapi apabila seseorang salah melafalkan Bahasa Indonesia semua orang diam seribu bahasa seakan tidak peduli dengan bahasanya sendiri, bahkan terkadang penuh gelak tawa tanpa berniat memberi solusi untuk membetulkanya.
Ironisnya lagi, dalam dunia pendidikan mayoritas para peserta didik baik dari kalangan siswa maupun kalangan mahasiswa di berbagai sekolah dan Perguruan Tinggi, pada umumnya Bahasa Indonesia tidak pernah dianggap oleh siswa sebagai pelajaran yang sukar melainkan pelajaran dipandang sebelah mata oleh siswa maupun mahasiswa. Di Perguruan Tinggi mayoritas mahasiswa lebih berminat memilih jurusan Bahasa Asing, ilmu pasti seperti Matematika, Sains, dan lain-lain daripada mempelajari atau menggali pelajaran dan ilmu bahasa nasionalnya sendiri.
Sedangkan di tingkat SMP/SMA, siswa tidak pernah mengkategorikan bahasa Indonesia sebagai pelajaran atau jurusan terpopuler seperti halnya Pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa Inggris, dan lain-lain. Mereka beranggapan Bahasa Indonesia itu sangat mudah, sehingga banyak siswa yang mengabaikan dan tidak perlu mengkaji ilmu Bahasa Indonesia lebih dalam lagi karena mereka yakin mereka bisa. Tetapi pada kenyataannya nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia tidak lebih baik dari mata pelajaran yang dianggap sukar dan sebagai terpopuler bagi siswa, buktinya tercatat bahwa pada Ujian Nasional (UN) tahun 2010 sekarang mayoritas siswa yang tidak lulus dari mata pelajaran bahasa Indonesia.
Benar-benar sungguh memalukan karena orang Indonesia tidak menguasai bahasanya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap Bahasa Indonesia. Padahal dilirik dari perjalanan sejarahnya, Bahasa Indonesia sangat identik dengan sikap nasionalisme Bangsa Indonesia. Saat ini terhitung usia Bahasa Indonesia sudah mencapai bilangan ke-65 tahun. Bahkan dalam kedudukannya sebagai Bahasa Nasional, Bahasa Indonesia sudah berusia 79 tahun. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, tentunya kita juga sepakat bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang “besar” pula. Sayangnya, penghargaan terhadap Bahasa Indonesia seringkali tidak sebesar penghargaan terhadap Bangsa Indonesia.
Jika dianalogikan dengan kehidupan manusia, dalam rentang usia tersebut idealnya sudah mampu mencapai tingkat “kematangan” dan “kesempurnaan” hidup, sebab sudah banyak merasakan liku-liku dan pahit-getirnya perjalanan sejarah. Untuk menggetarkan gaung penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar pun pemerintah telah menempuh “politik kebahasaan” dengan menetapkan bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa. Namun masyarakat Indonesia sendiri mulai memperlihatkan kelemahannya dalam menjaga aset serta identitas bangsa yang telah lama dimilikinya selama ini.
Dendi Sugondo mengatakan orang Indonesia dalam mengunakan bahasa nasionalnya, masih banyak yang menyimpang dari ketentuan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam bahasa lisan maupun tertulis. Padahal seharusnya siapa saja yang berkomitmen dengan sumpah pemuda harus menjunjung tinggi penggunaan Bahasa Indonesia yang baku sebagai bahasa persatuan. Lihatlah di berbagai negara, seperti Jerman dan Korea (Korea Utara dan Korea Selatan-red), masyarakatnya sangat kuat dalam menggunakan bahasa nasionalnya masing-masing, dan seharusnya prinsip seperti itu dilakukan pula oleh masyarakat Indonesia. Namun sekarang ini, kenyataannya para pemuda yang diyakini sebagai pewaris tahta masa depan bangsa mereka lebih senang menggunakan bahasa gaul dibanding dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahkan karena terlalu sering menggunakan bahasa gaul, mereka lupa akan tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak kita lihat sinetron-sinetron di televisi juga mencontohkan bahasa gaul di kalangan muda-mudi.
Fenomena ini muncul dari berbagai pihak, bukan saja terjadi dikalangan masyarakat bawah yang tidak pernah mengecap dunia pendidikan, namun juga terjadi dari kalangan atas yang selalu di selimuti ilmu pengetahuan dan pendidikan, yang akhirnya berdampak ke semua sudut lapisan masyarakat. Masyarakat Indonesia sebagai penutur bahasa Indonesia dan pemilik bahasa Indonesia asli seringkali latah mencampur-adukkan penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Belum lagi persoalan salah kaprah dalam penggunaan bahasa Indonesia sendiri yang tentunya dapat menimbulkan kesalahpahaman antarpeserta tutur. Ini membuktikan masyarakat Indonesia sendiri lebih menyukai produk luar daripada produk hasil dalam negerinya sendiri. Sifat masyarakat Indonesia yang tidak percaya diri menggunakan bahasa nasional tersebut sangat memalukan bahkan menginjak martabat dirinya sendiri sebagai warga Negara. Hal ini terlihat minimnya warga negara yang tidak bisa menggunakan lafal bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Ini benar-benar membuktikan warga negara Indonesia sendiri sudah mulai kurang peduli terhadap bahasanya sendiri, bahkan merasa tidak percaya diri dan tidak bangga menggunakan bahasa yang telah mereka miliki sejak dini ini, ibaratnya tidak bangga memakai baju hasil tenunannya sendiri. Padahal negara lain sangat bangga dan mengagumkan negara Indonesia karena tidak semua bangsa bisa mempunyai bahasa nasional sendiri seperti Indonesia, contohnya negara Malaysia yang  tidak mempunyai bahasa nasional sendiri melainkan menyadap bahasa Inggris sebagai bahasa yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat ini, 45 negara yang mengajarkan bahasa Indonesia di negaranya, seperti Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, dan banyak negara lainnya, bahkan di Australia bahasa Indonesia menjadi bahasa populer keempat, yang sekitar 500 sekolah di Australia mengajarkan bahasa Indonesia. Bahkan, anak-anak kelas 6 sekolah dasar ada yang bisa berbahasa Indonesia. Sungguh mengagumkan.
Seharusnya sudah sepatutnya kita berbangga sebagai warga Negara Indonesia, karena bahasa kita masih dihargai oleh Negara lain. Namun fenomena yang lebih menyakitkan masyarakat Indonesia sendiri lebih tidak peduli dengan apa yang dia punya. Ketidakpedulian masyarakat terhadap bahasa nasionalnya tersebut dikhwatirkan akan menjatuhkan jati diri bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia dimata dunia, yang akhirnya perlahan-lahan akan hilang seperti lenyapnya Bahasa Tagalog (Filipino) yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Bahasa Indonesia, yang dituturkan oleh lebih kurang 21 juta orang sebagai bahasa pertama dan 50 juta lainnya sebagai bahasa kedua di Negara Philifina.
Jika pemerintah tidak mengambil langkah tegas dan bijak, hal ini sangat mengkhawatirkan masa depan bangsa serta bahasa Indonesia itu sendiri, seakan-akan bahasa Indonesia bisa sirna bahkan lenyap ditelan masa yang akhirnya hanya tinggal nama. Seharusnya bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa ini harus dijaga dan ditingkatkan lebih baik lagi untuk bisa bersaing dengan bahasa negara lain menembus go internsional. Untuk melakukan semua hal tersebut, kembali lagi ditegaskan bahwa kita harus jeli terhadap fenomena yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Intinya sebagai warga negara Indonesia kita harus meningkatkan rasa kepedulian kita terhadap identitas bangsa yang telah kita miliki, buktikan kalau kita benar-benar warga negara Indonesia yang pasih berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidahnya.
Semua ini bisa dapat diwujudkan dengan cara meningkatkan kesadaran peserta didik dalam belajar bahasa Indonesia, menciptakan suasana lingkungan belajar yang kondusif, serta meningkatkan sarana prasarana dan peran keprofesionalan guru dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia, sehingga mutu bahasa Indonesia bisa bersaing menjadi lebih baik dari ilmu lainnya di dalam Indonesia sendiri maupun di mata dunia. Ini berlaku kepada semua pihak dan tidak pernah lepas dari tanggung jawab serta peran pemerintah dengan seluruh masyarakat Indonesia, karena kita adalah satu. Satu masalah yang muncul harus kita bergegas mencari solusinya secara bersama-sama, apalagi masalah yang berkaitan terhadap identitas bangsa kita sendiri.
           
           Wahyu Saputra
               Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP TM 2008

0 Comments