Senandung Jadi Pemuncak

  Musuh kita saat ini bukanlah armada-armada lain, tapi penjilat-penjilat, tukang-tukang fitnah, pencuri-pencuri tingkat tinggi. Mereka berlindung di tiang-tiang istana. Mereka berdalih untuk kepentingan bangsa, padahal mereka punya rencana untuk memisahkan raja dari kerajaan.
Inilah fragmen drama Senandung Semenanjung buah karya almarhum Wisran Hadi, sastrawan dan budayawan minang yang ditampilkan mahasiswa
Konsentrasi Budaya Alam Minangkabau (BAM) FBS UNP. Meski dalam pementasannya tidak persis sama seperti naskah aslinya, namun pementasan itu menghantarkan mahasiswa BAM meraih dua penghargaan sekaligus.
Senandung Semenanjung ini dipentaskan dalam acara pementasan drama di Teater Tertutup FBS UNP, Senin-Rabu (27-29/6). Pementasan drama diadakan juga dalam rangka melengkapi tugas akhir mata kuliah Telaah Drama, mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah FBS TM 2009.
Senandung Semenanjung dinobatkan sebagai drama dan musik terbaik, di saat tuannya menghela nafas terakhir meninggalkan semenanjung yang fana ini. Senandung yang diperankan mahasiswa BAM itu mampu mengalahkan empat belas drama lainnya. Seperti: Rumah di Tabir Jurang, Cindua Mato, Pesta Terakhir, Lutung Ka Sarung, Opera Van Dhemit, Anggun Nan Tongga, Kau Tunggu Siapa Nilo, Randai Sabai Nan Aluih, Roh, Nyonya-nyonya, Kisah Cinta dan Lain-lain, Gubernur Nyentrik, Jakarta 2039, dan Dor.
Penghargaan sebagai Kerja Sama Tim Terbaik diraih Jakarta 2039, Anggun nan Tongga sebagai Kostum Terbaik. Penilaian secara individu diraih Ernida dari Jakarta 2039 sebagai Lakon Terbaik, Jaya Pandra dari Anggun nan Tongga terpilih sebagai Aktor Terbaik, dan Wira Novalina dari Pesta Terakhir sebagai Aktris Terbaik. Tak ketinggalan Dava Marize dari Sabai nan Aluih dan Meti Jesantika dari Roh juga dinobatkan sebagai Pembantu Pria dan Wanita Terbaik.
Euporia pesta drama itu bersenandung ria sejalan dengan duka hilangnya seorang sastrawan Wisran Hadi. Kegiatan itu telah melahirkan aktor serta aktris baru yang berbakat menguasai pentas. Terdengar suara riuh hadir memecahkan suasana hening di tengah kegelapan ruang teater ketika pembacaan nominasi sembilan kategori terbaik. Terhitung 200 lebih pasang mata mahasiswa terlihat tengah antusias menyaksikan acara  tersebut.
Drs. Andria Chatri Thamsin, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Telaah Drama sekaligus juri dalam pementasan tersebut mengatakan pementasan kali ini terlihat sangat meriah dan lebih baik dari pementasan tahun-tahun sebelumnya. “Setelah melihat pementasan kelompok drama secara keseluruhan, ternyata teater fakultas kita sedang menanjak naik dan semakin hidup,” jelasnya dengan semangat, Rabu (29/6). Ia mengungkapkan bahwa teater yang selama ini terasa  di tabir jurang yang mencemaskan kini mulai hilang dengan hadirnya bibit-bibit pemain teater ranah minangkabau masa depan. Bahkan dengan yakin ia mengatakan bersedia mendukung dan memfasilitasi mahasiswa yang ingin mendalami dan mementaskan teater di luar kampus.
Pikiran senada juga dilontarkan salah seorang juri pementasan, Nofrizal. Ia mengawali dengan memimpin doa seraya menundukkan kepala, doa ini juga dikirimkan untuk almarhum Wisran Hadi. Ia pun memulai pembicaraan seputar teknik bermain teater sampai  masalah guna pementasan drama tersebut. Satu kalimat yang dapat dipetik waktu itu, dalam bermain teater harus memakai logika. Artinya dalam melakukan apapun di dalam pementasan harus ada alasannya, sebagai sebab serta akibat. Misalnya kita berjalan, baik ke depan, samping atau belakang, haruslah dengan alasan mengapa dan apa akibatnya,” ungkapnya serius. Ia berharap setelah pementasan drama yang cukup baik itu, mahasiswa tetap bisa menggali, mendalami dunia teater, tentunya harus mengerti teknik dalam berteater atau bermain drama.
Setelah berakhirnya acara tersebut, terlihat rasa puas dari raut wajah peserta, baik karena bisa meraih penghargaan maupun karena telah berakhirnya tugas mata kuliah drama. Hal itu dirasakan Vani Afrilia, salah satu mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Reguler A 2009 yang juga sutradara Drama Jakarta 2039. “Tak disangka-sangka kami bisa membawa dua piala, meski tanpa pelatih,” imbuhnya penuh haru. Vani dan kawan-kawannya berharap nilai Telaah Drama nantinya tidak ada yang gagal. Ia menegaskan semua itu diraih bersama temannya hanya dengan keyakinan, kekompakan, dan saling percaya.
Hal serupa juga dirasakan oleh aktor terbaik, Jaya Pandra, mahasiswa Kosentrasi Budaya Alam Minangkabau. Anak didik Mahatma Muhammad ini merasa sangat bangga terpilih sebagai aktor terbaik. Ia menjelaskan dalam latihan sering kali gonta-ganti pelatih, sehingga latihan tidak fokus dan menghabis dana yang lumayan besar. “Alhamdulilah bisa menjadi yang terbaik,” ungkapnya.
 Penulis Wahyu Saputra, Mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, TM 2008.
(Tulisan ini pernah diterbitkan di Surat Kabar Kampus Ganto UNP Edisi 162)

0 Comments